Kebijakan pada masa orde baru
. Dikeluarkannya Beberapa
Peraturan Pada 3 Oktober 1966
Kebijakan Ini Antara Lain :
Menerapkan Anggaran
Belanja Berimbang (Balanced Budget). Fungsinya Adalah Untuk Mengurangi Salah
Satu Penyebab Terjadinya Inflasi
Menerapkan Kebijakan Untuk
Mengekang Proses Ekspansi Kredit Bagi Usaha-Usaha Sector Produktif, Seperti
Sector Pangan, Ekspor, Prasarana Dan Industry
Menerapkan Kebijakan
Penundaan Pembayaran Utang Luar Negeri (Re-Scheduling), Serta Berusaha Untuk
Mendapatkan Pembiayaan Atau Kredit Luar Negeri Baru
Menerapkan Kebijakan
Penanaman Modal Asing Untuk Membuka Kesempatan Bagi Investor Luar Negeri Untuk
Turut Serta Dalam Pasar Dan Perekonomian Indonesia
Dikeluarkannya Peraturan 10
Februari 1967 Tentang Persoalan Harga Dan Tariff
Dikeluarkannya Peraturan 28
Juli 1967. Kebijakan Ini Dikeluarkan Untuk Memberikan Stimulasi Kepada Para
Pengusaha Agar Mau Menyerahkan Sebagian Dari Hasil Usahanya Untuk Sektor Pajak
Dan Ekspor Indonesia
Menerapkan UU No.1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing
Mengesahkan Dan Menerapkan
RUU APBN Melalui UU No.13 Tahun 1967
Soeharto Juga Menerapkan Kebijakan Ekonomi Yang Berorientasi Luar
Negeri, Yaitu Dengan Melakukan Permintaan Pinjaman Dari Luar Negeri
Indonesia Juga Tergabung
Ke Dalam Institusi Ekonomi Internasional, Seperti International Bank For
Rescontruction And Development (IBRD), International Monetary Fund (IMF),
International Development Agency (IDA) Dan Asian Development Bank (ADB)
Bidang
Politik :
Sebagai presiden Indonesia selama lebih dari 30 tahun, Soeharto telah banyak
memengaruhi sejarah Indonesia. Dengan pengambil alihan kekuasaan dari Soekarno,
Soeharto dengan dukungan dariAmerika
Serikat memberantas paham komunisme dan melarang pembentukan partai komunis. Dijadikannya Timor Timur sebagai provinsi ke-27 (saat itu) juga
dilakukannya karena kekhawatirannya bahwa partai Fretilin (Frente
Revolucinaria De Timor Leste Independente /partai yang berhaluan
sosialis-komunis) akan berkuasa di sana bila dibiarkan merdeka.Hal ini telah
mengakibatkan menelan ratusan ribu korban jiwa sipil. Sistem otoriter yang dijalankan Soeharto dalam masa
pemerintahannya membuatnya populer dengan sebutan "Bapak", yang pada jangka panjangnya menyebabkan
pengambilan keputusan-keputusan di DPR kala itu disebut secara konotatif oleh
masyarakat Indonesia sebagai sistem "ABS" atau "Asal Bapak Senang".
Di bidang politik, Presiden Soeharto melakukan penyatuan partai-partai politik sehingga pada masa itu dikenal tiga partai
politik yakni Partai
Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan
Karya (Golkar) dan Partai
Demokrasi Indonesia (PDI)
dalam upayanya menyederhanakan kehidupan berpolitik di Indonesia sebagai akibat
dari politik masa presiden Soekarno yang menggunakan sistem multipartai yang
berakibat pada jatuh bangunnya kabinet dan dianggap penyebab mandeknya
pembangunan. Kemudian dikeluarkannnya UU Politik dan Asas tunggal Pancasila yang
mewarnai kehidupan politik saat itu. Namun dalam perjalanannya, terjadi
ketimpangan dalam kehidupan politik di mana muncullah istilah "mayoritas
tunggal" di mana GOLKAR dijadikan partai utama dan mengebirikan dua parpol
lainnya dalam setiap penyelenggaraan PEMILU. Berbagai ketidakpuasan muncul,
namun dapat diredam oleh sistem pada masa itu. Lemabga MPR juga memiliki
struktur keanggotaan yang menguntungkan pemerintah. Selain wakil-wakil
TNI/Polri, ada juga utusan golongan yang sudah tentu mendukung pemerintahan
orde baru.
Selama orde baru, hak-hak politik warga Negara tidak diberi tempat. Tidak ada
kebebasan pers. Pemerintah melakukan control yang sangat ketat . Sementara itu,
masyarakat yang mempunyai pendapat berbeda dengan pemerintah maka akan dicap
sebagai makar dan dapat dipenjarakan.
2. Bidang
Ekonomi :
Pada masa Orde Baru, Indonesia melaksanakan pembangunan dalam berbagai aspek
kehidupan. Tujuannya adalah terciptanya masyarakat adil dan makmur yang merata
materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan pembangunan bertumpu
pada Trilogi Pembangunan, yang isinya meliputi hal-hal berikut.
1. Pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2. Pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan nasional pada
hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional
disusun Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu 25-30
tahun. Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun 1969 –
1994. Sasaran utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan
tercapainya struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian.
Selain jangka panjang juga berjangka pendek. Setiap tahap berjangka waktu lima
tahun. Tujuan pembangunan dalam setiap pelita adalah pertanian, yaitu
meningkatnya penghasilan produsen pertanian sehingga mereka akan terangsang
untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari yang dihasilkan oleh sektor
industri. Sampai tahun 1999, pelita di Indonesia sudah dilaksanakan sebanyak 6
kali.
3. Bidang
Sosial :
Pemerintah orde baru memperluas kekuasan mereka atas kehidupan sosial
masyarakat melalui tentara. TNI memiliki struktur organisasi yang menempatkan
mereka sampai ke desa-desa. Dengasn begitu, TNI mengawasi dan mempengaruhi
seluruh kehidupan sosial warga Negara. Mereka juga meyusup ke kelompok-kelompok
sosial untuk memastikan bahwa tidak membahaykaan Negara.Sementara itu, rakyat
Indonesia makin tidak memiliki kesadaran akan politik, sehingga hubungan
antarwarga bersikap steril terhadap politik. Apalagi masyarakat lebih
menggemborkan masalah pembangunan dan ekonomi daripada maslaah politik.
Pada Orde Baru Warga keturunan Tionghoa juga dilarang
berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara
asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara
tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara
terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian
hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa
Indonesia terutama
dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali
akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan
bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung
Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia
berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan
pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar
berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian
artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh
militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa
Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya
agama Konghucu kehilangan pengakuan
pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih
bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta
dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh
komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka
berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang
diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan.Orang
Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk
menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.Pada masa
akhir dari Orde Baru, terdapat peristiwa kerusuhan rasial yang merupakan
peristiwa terkelam bagi masyarakat Indonesia terutama warga Tionghoa karena
kerusuhan tersebut menyebabkan jatuhnya banyak korban bahkan banyak di antara
mereka mengalami pelecehan seksual, penjarahan, kekerasan, dan lainnya.
4. Bidang
Budaya :
Pemerintah mengontrol bidang kebudayaan yang dianggap bertentangan atau
membahayakan kebudayaan nasional akan dihapus. Selain itu juga mengontrol kerja
dan produksi kebudayaan. Seniman tidak bisa seenaknya menghasilkan karya
seni. Demikian juga puisi dan pementasan-pementasan seperti teater koma, harus
ada izin tertulis dari aparat keamanan.
Didirikannya sekolah-sekolah Tionghoa oleh organisasi Tiong Hoa Hwee Koan
(THHK) sejak 1900, mendorong berkembangnya pers dan sastra Melayu Tionghoa.
Maka dalam waktu 70 tahun telah dihasilkan sekitar 3000 buku, suatu prestasi
yang luar biasa bila dibandingkan dengan sastra yang dihasilkan oleh angkatan pujangga baru, angkatan 45, 66 dan pasca 66 yang tidak
seproduktif itu. Dengan demikian komunitas ini telah berjasa dalam membentuk
satu awal perkembangan bahasa Indonesia.
5. Bidang
Hankam
Selama orde baru tentara telah menjadi alat kekuasaan. Konsep dwifungsi ABRI
yang memberikan kekuasaan di bidang politik kepada tentara menempatkan mereka
di bawah control pemerintah, karena wilayah politik telah berada di bawah
kekuasaan pemerintah.
Mengapa terjadi reformasi
tahun 1998 ?
Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu
menciptakan kehidupan masyarakatyang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam
keadilan berdasarkan Pancasila danUUD 1945. Oleh karena itu, tujuan lahirnya
gerakan reformasi adalah untuk memperbaiki tatanan perikehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok merupakan faktor atau penyebab
utama lahirnya gerakan reformasi. Namun, persoalan itu tidak muncul
secaratiba-tiba. Banyak faktor yang mempengaruhinya, terutama ketidakadilan
dalam kehidupan politik, ekonomi, dan hukum.
Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Suharto selama 32 tahun,
ternyatatidak konsisten dan konsekuen dalam melaksanakan cita-cita Orde Baru.
Pada awalkelahirannya tahun 1966, Orde Baru bertekad untuk menata kehidupan
bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Namun dalam pelaksanaannya, pemerintahan Orde Baru banyak melakukan
penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang
tertuang dalamUUD 1945 yang sangat merugikan rakyat kecil. Bahkan, Pancasila
dan UUD 1945 hanya dijadikan legitimasi untuk mempertahankan kekuasaan.
Penyimpangan-penyimpangan itu melahirkan krisis multidimensional yang menjadi
penyebab umum lahirnya gerakanreformasi, seperti berikut ini:
a.
Krisis politik
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari
berbagaikebijakan politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan politik
yangdikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka
pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam
rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-kroninya.
Artinya,demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi
yangsemestinya, melainkan demokrasi rekayasa.
Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan
untukrakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk penguasa.
Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan
yang kuat daripemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir
kritis. Ciri-cirikehidupan politik yang represif, di antaranya:
1)Setiap
orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai
tindakan subversif (menentang Negara Kesatuan Republik
Indonesia).
2)Pelaksanaan
Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi rekayasa.
3)Terjadinya
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat tidak
memiliki
kebebasan untuk mengontrolnya.
4)Pelaksanaan
Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga Negara (sipil) untuk ikut
berpartisipasi dalam pemerintahan.
5)Terciptanya
masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Suharto dipilihmenjadi
presiden melalui Sidang
Umum MPR, tetapipemilihan itu merupakanhasil rekayasa dan tidak
demokratis.
b.
Krisis hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada
bidang politik. Dalam bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi.
Artinya,kekuasaan peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para
penguasadan bukan untuk melayani masyarakat dengan penuh keadilan.
Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran para penguasa. Kenyataan itu
bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yang menyatakanbahwa‘kehakiman
memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaanpemerintah
(eksekutif)’.
c.
Krisis ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ternyata, ekonomi Indonesia
tidak mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi
Indonesiadiawali dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat. Padatanggal 1 Agustus 1997, nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.00
menjadi Rp 2,603.00per dollar Amerika Serikat.
Pada bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikatturun menjadi Rp 5,000.00 per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998,
nilai tukarrupiah terus melemah dan mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.00
per dollar Krisisekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari
berbagai kondisi, seperti:1)Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar
menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya
hutang negara, tetapisangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk
mengatasi krisis ekonomi.
1)Industrialisasi,
pemerintah Orde Baru ingin menjadikan negara RI sebagai negaraindustri.
Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata masyarakat Indonesia.Masyarakat
Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris dengan tingkatpendidikan yang
sangat rendah (rata-rata).
2)Pemerintahan
Sentralistik, pemerintahan Orde Baru sangat sentralistik sifatnyasehingga
semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu,
perananpemerintah pusat sangat menentukan dan pemerintah daerah hanya sebagai
kepanjangan tangan pemerintah pusat.
d.
Krisis sosial
Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis
sosial.Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan
terjadinya konflik politik maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu
berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan di beberapa daerah.
Ketimpangan perekonomian Indonesia memberikan sumbangan terbesar terhadap
krisis sosial. Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya
harga-harga sembako, rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor
yang rentanterhadap krisis sosial.
e.
Krisis kepercayaan
Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto. Ketidakmampuan
pemerintah dalam membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan
pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi
yang berpihak kepada rakyat banyak telah melahirkan krisis kepercayaan.